Kontradiksi Syaikh Al-Utsaimin Dalam Konsep Bid’ah


al-utsaimin

Bismillah Ar-rahmaan Ar-rahiim.

Di antara tokoh Wahhabi Saudi adalah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Seperti halnya tokoh-tokoh Wahhabi yang lain semisal Ibn Baz dan al-Albani, al-Utsaimin berupaya dengan sekuat tenaga dan mengerahkan seluruh energi untuk meyakinkan para pengikutnya, para  pengagumnya, dan para pemujanya bahwa semua bid’ah itu pasti ‘sesat’, dan yang namanya ‘sesat’ pasti masuk ‘neraka’. Hal ini dapat dilihat dengan memperhatikan pernyataan al-Utsaimin yang begitu muluk-muluk dalam risalah kecil tentang bid’ah yang ditulisnya berjudul al-Ibda’ fi Kamal Syar’i wa Khathar al-Ibtida’ (kreasi tentang kesempurnaan syara’ dan bahayanya bid’ah), berikut ini: 

al-Ibda' fi Kamal Syar'i wa Khathar al-Ibtida'

“Hadits semua bid’ah adalah sesat, bersifat global, umum, menyeluruh (tanpa terkecuali) dan dipagari dengan kata yang menunjuk pada arti menyeluruh dan umum yang paling kuat yaitu kata-kata (seluruh)”. Apakah setelah ketetapan menyeluruh ini, kita dibenarkan membagi bid’ah menjadi tiga bagian, atau menjadi lima bagian? Selamanya, ini tidak akan pernah benar.” (Muhammad bin Shalih Utsaimin dalam  al-Ibda’ fi Kamal al-Syar’i wa Khathar al-Ibtida’, hal. 13).

Lihatlah Pernyataan al-Utsaimin tersebut di atas memberikan pengertian bahwa hadits semua bid’ah adalah sesat, bersifat general, umum dan menyeluruh terhadap seluruh jenis bid’ah, tanpa terkecuali, sehingga tidak ada satu pun bid’ah yang boleh disebut bid’ah hasanah, apalagi disebut bid’ah mandubah yang mendatangkan pahala bagi pelakunya. Oleh karena itu, membagi bid’ah pada tiga bagian atau lima bagian, menurutnya tidak akan pernah dibenarkan, dan bid’ah tetap selalu ‘sesat’ dan masuk ‘neraka’. Begitulah menurut dia dan  diikuti oleh sejumlah pengikut Salafy Wahhabi di dunia.

Tetapi anehnya tesis ini sulit dipertahankan secara ilmiah oleh Al-`Utsaimin sendiri. Disamping tesis tersebut hanya sebagai bukti kesempitan cara berfikirnya dan menyalahi metodologi berfikir para sahabat, ulama salaf dan ahli hadits, tesis di atas justru bertentangan dengan pernyataan al-Utsaimin sendiri di bagian lain dalam bukunya, yang membagi bid’ah menjadi beberapa bagian sesuai dengan pendapat mayoritas ulama. Misalnya ia menyatakan:

“Hukum asal perbuatan baru dalam urusan-urusan dunia adalah halal. Jadi, bid’ah dalam urusan-urusan dunia itu halal, kecuali ada dalil yang menunjukkan keharamannya. Tetapi hukum asal perbuatan Baru dalam urusan-urusan agama adalah dilarang. Jadi, berbuat bid’ah dalam urusan-urusan agama adalah haram dan bid’ah, kecuali ada dalil dari al-Kitab dan Sunnah yang  menunjukkan keberlakuannva.” (Al-Utsaimin, Syarh al-Aqidah al Wasithiyyah, hal. 639-640).

Tentu saja pernataan al-Utsaimin ini membatalkan tesis sebelumnya, bahwa semua bid’ah secara keseluruhan itu sesat, dan sesat itu tempatnya di neraka. Narnun kernudian, di sini al-Utsaimin membatalkannya dengan menyatakan bahwa bid’ah dalam urusan dunia, halal semua, kecuali ada dalil yang melarangnya. Bid’ah dalam urusan agama haram dan bid’ah semua, kecuali ada dalil yang membenarkannya. Dengan klasifikasi bid’ah menjadi dua (versi al-Utsaimin), yaitu bid’ah dalam hal dunia dan bid’ah dalam hal agama, dan memberi pengecualian dalam masing-masing bagian, menjadi bukti bahwa al-Utsaimin tidak konsisten dengan pemyataan awalnya (tidak ada pembagian dalam bid’ah). Selain itu, pembagian bid’ah menjadi dua versi ini, tidak memiliki dasar yang dapat dipertanggung­jawabkan, dan hanya retorika Wahhabisme saja dalam mencari mangsa untuk menjadi pengikutnya.

Dalam bagian lain, al-Utsaimin juga menyatakan:

“Di antara kaedah yang ditetapkan adalah bahwa perantara itu mengikuti hukum tujuannya. Jadi perantara tujuan yang disyariatkan, juga disyariatkan. Perantara tujuan yang tidak disyariatkan, juga tidak disyariatkan. Bahkan perantara tujuan yang diharamkan juga diharamkan. Karena itu, pembangunan madrasah-madrasah, penyusunan ilmu pengetahuan dan kitab-kitab, meskipun bid’ah yang belum pernah ada pada masa Rasulullah dalam bentuk seperti ini, namun ia bukan tujuan, melainkan hanya perantara, sedangkan hukum perantara mengikuti hukum tujuannya. Oleh karena itu, bila seseorang membangun madrasah untuk mengajarkan ilmu yang diharamkan, maka membangunnya dihukumi haram. Bila ia membangun madrasah untuk mengajarkan syariat, maka membangunnya disyariatkan.” (Al-Utsaimin, al-Ibda’ fi Kamal Syar’i wa Khathar al-Ibtida’, hal. 18-1 9).

Dalam pernyataan ini Al-Utsaimin juga membatalkan tesis yang diambil sebelumnya. Pada awalnya dia mengatakan, bahwa semua bid’ah secara keseluruhan, tanpa terkecuali adalah sesat, dan sesat tempatnya di neraka, dan tidak akan pernah benar membagi bid’ah menjadi tiga apalagi menjadi lima. Kini, al-Utsaimin telah menyatakan, bahwa membangun madrasah, menyusun ilmu dan mengarang kitab itu bid’ah yang belum pernah ada pada masa Rasulullah namun hal ini bid’ah yang belum tentu sesat, belum tentu ke neraka, bahkan hukum bid’ah dalam soal ini terbagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan hukum tujuannya.

Begitulah, al-‘Utsaimin yang sangat dikagumi oleh Salafy Wahhabi akhirnya jatuh ke dalam lumpur tanaqudh (kontradiksi). Pada awalnya dia mengeluarkan tesis bahwa semua bid’ah itu sesat, tanpa terkecuali. Namun kemudian, dalam buku yang sama, ia tidak dapat mengelak dari realita yang ada, sehingga membagi bid’ah menjadi beberapa bagian sebagaimana pandangan mayoritas ulama.

Para ulama menyatakan:

“Orang yang memiliki ajaran batil pasti kontradiksi dengan dirinya sendiri. Karena Allah SWT telah berfirman: “Kalau kiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. al-Nisa’: 82).

Andaikan, para tokoh Wahhabi selain Al-Utsaimin seperti Ibn Baz dan al‑Albani dan Arrabi’ yang dikagumi oleh Wahhabiyun mau rendah hati dan mengikuti para ulama besar seperti al-Imam al-Syafi’i, al-Khaththabi, Ibn Abdilbarr, al-Nawawi, Izzuddin bin Abdissalam, al-Hafizh Ibn Hajar dan lain-lain, tentu mereka tidak akan jatuh dalam lumpur tanaqudh dan tahrif.

Demikianlah kontradiksi dari pendapat Syaikh pujaan wahhabi, Al-Utsaimin, mengenai bid’ah yang semoga menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak mengikuti jalan yang ditempuh oleh Syaikh Al-Utsaimin dan Syaikh-syaikh wahhabiyyun lainnya.

Wallahu a’lam bishshowab.

Semoga bermanfaat.

21 thoughts on “Kontradiksi Syaikh Al-Utsaimin Dalam Konsep Bid’ah

  1. assalmu’alaikum WR..WB.. alhamdullilah…dengan artikel ini semoga kaum muslimin dan muslimat jadi lebih mengenal agama secara menyeluruh bukan hanya memahami agama dari satu ajaran saja. melainkan ada sesuatu yang dapat di gunakan sebagai pertimbangan….

    • wahabi kaya jamur ……tumbuh silih berganti …….inilah bukti hebatnya syetan secara sangat halus dalam mempengaruhi manusia …..SYETAN MUSUH YANG NYATA BAGI MANUSIA , namun manusia sulit di nasehati malah2 yang menasehati dituduh macam2 ……wallohualam

  2. meskipun ada bukti otentik seperti ini, mereka masih saja tidak menggubris, dan tetap saja taqlid dengan syeich-syeich mereka.
    Mereka tentu akan mengatakan hal ini fitnah belaka, padahal kenyataannya ini adalah FAKTA.

    • Assalaamu ‘Alaikum, memang betul ustadz sama saja diberi penjelasa atau tidak mereka akan tetap pada taqlidnya, bahkan fitnah mereka sebar kepada umat Islam diluar golongannya semakin keras, bahkan kata-kata mereka lebih buruk dari kata-kata orang-orang kafir,

  3. Kita tunggu sampai ajal menjeput, mana perkara-perkara yang benar dan mana yang perkara-perkara yang salah.. semuanya akan ketahuan…
    ooo.. ini benar… ooo in yang salah..
    Bergembiralah orang-orang yang benar dan Bersedihlah orang-orang yang salah

  4. assalamualaikum
    kpd pemilik blog jundu muhammad. Yth.
    Kalo contoh Bid’ah hasanah tu seperti ap?

    jazakallahu khoiron

    • ^_^ wa ‘alaikum salaam warohmatullaah

      salah satu contoh bid’ah hasanah adalah Maulid Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam. Berikut ini pendapat al-Imaam as-Suyuthi rahimahullah yang menyatakan demikian:
      husn al-maqshid fi amal al-mawlid

      Terjemahnya:
      Bismillaah ar-Rahmaan ar-Rahiim
      Segala puji bagi Allah, dan keselamatan atas hamba-hamba-Nya yang terpilih. Amma ba’du. Sungguh telah sampai kepadaku sebuah pertanyaan mengenai amalan maulid Nabi di bulan Rabi’ al-awwaal.

      – Bagaimana hukumnya menurut syari’at?
      – Apakah terpuji atau tercela?
      – Apakah berpahala atau tidak jika dilaksanakan?

      Jawabannya menurutku adalah:
      Bahwasanya pada dasarnya amalan maulid Nabi adalah berkumpulnya orang-orang, membaca sebagian daripada ayat-ayat al-Qur’an, meriwayatkan hadits-hadits tentang permulaan sejarah Nabi shollallaah ‘alaih wa sallam dan tanda-tanda yang mengiringi kelahirannya, kemudian disajikannya hidangan untuk dimakan oleh orang-orang tersebut, dan kemudian mereka bubar setelahnya tanpa ada tambahan-tambahan lainnya, maka perkara tersebut adalah termasuk bid’ah hasanah, yang pelakunya akan mendapatkan pahala. Dikarenakan di dalam perkara ini terdapat perbuatan mengagungkan kedudukan Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam dan merupakan perwujudan akan rasa gembira dan suka cita dengan kelahirannya yang mulia.
      (Husn al-Maqshid fi amal al-mawlid, hal. 41)

      Wa jazaakallaah khair

  5. Kalian sentiasa mencari fitnah serta menolak kebenaran.Kesombongan kalian akan merosakkan.Moga-moga Allah mebawa kalian ke jalan yang benar

  6. ngerti apa yang diucapkan orang ngak?
    dimana bertolak belakangnya pernyataan ibnul ‘utsaimin itu?
    apa buku yang dia tulis yang dirujuk itu udah selesai bacanya dari sampul depan sampai sampul belakang?

    Ngetawai Ibnul ‘Utsaimin, malah diketawai nyamuk….

  7. jangan dilihat siapa yang mengucapkannya, tapi apa yang diucapkannya.
    saya khawatir, sebagian dari saudara-saudara kita ini secara tidak sadar sudah tidak bertuhankan Allah SWT dan bernabikan Muhammad SAW.
    Ketika apa yang diucapkan atau disuruh oleh ustadznya selalu dilaksanakan tanpa melihat, memperhatikan dan menimbang apakah benar atau salah, saling bertentangan antara yang satu dengan yang lain, disebut apakah golongan ini…?

    Kata dokter, carilah 2nd opinion. kata saya, carilah guru sebanyak banyaknya, baik yang sefaham ataupun berlawanan.
    Semoga kita semua diberikan Allah SWT ilmu yang bermanfaat dan kefahaman.

  8. sya mahu tanya pada yg punya blog ini, bid’ah menurut bahasa itu apa? dan bid’ah menurut syari’at itu apa? tolong jelaskan secara terperinci……..

  9. dan menurut pandangan para sahabat tentang makna bid’ah? kerana mereka para sahabat yg palaing mengerti maksud bid’ah dan jenis bid’ah.

  10. mas ahmad saya mau bertanya, jika semua bid’ah itu sesat, mengapa syekh syekh di arab saudi mendukung pemerintahan arab saudi? bukankah arab saudi berbentuk negara monarki atau kerajaan? bukankah bentuk pemerintahan seperti itu tidak ada perintahnya dari Nabi?
    waktu itu ada seorang penentang Maulid Nabi berkata, “jika Maulid Nabi itu di syari’atkan, tentu saja ada fiqih Maulid”. jadi dengan logika yang sama saya ingin bertanya, “Jika pemerintahan bentuk monarki itu diperbolehkan, mengapa dalam kitab fikih tidak ada yg namanya fikih monarki?”

  11. bismillah,
    kita sesama muslim janganlah saling menghujat, carilah dan telitilah mana yang benar bukan mencari pembenaran pendapat, itu semua dengan ilmu, terkadang kita belajar bisa pintar, cerdas, malah sebaliknya kita juga bisa jahil alias tolol, tergantung di lingkungan mana anda menuntut ilmu, saya bukan membela salafy maupun yang empunya blog ini, maaf sebelumnya, tetapi dari pendapt syaikh ustaimin yang anda lampirkan menengenai BID’AH itu jelas sekali, yang di maksud adalah BID’AH dalm hal agama adalah mutlak secara umum apapun bentuknya, karena hal itu di larang. munkin anda sudah tahu dalinya..jika yang di maksud BID’AH dalam hal urusan dunia itu memang jelas bukan BID’AH yang di maksud, karena rasullulloh secara tegas menyatakan, “….sesunggunhya urusan dunia kalian lebih tahu daripad aku..”.
    coba kita baca sejarah, sejak kapan ada perayaan maulid nabi, apakah rasululloh dan para sahabat pernah melakukanya seblumnya?? jadi bukan amalan yang salah tapi caranya ituloch.. apa ada tuntunanya?? seperti yasinan, apa ga baiknya baca surat albaqaroh yang banyak mengandung ilmu dan nasehat??..

    semoga alloh memberi petunjuk dan memahamkan agama bagi kta semua.

    salam,

    abu ayyubi BATAM

Tinggalkan Balasan ke abu abdillah Batalkan balasan