Bacaan Sirr (Pelan) Saat Shalat Wajib Terdengar Oleh Diri Sendiri dengan Menggerakkan Bibir dan Lidah


Bismillah Ar-rahmaan Ar-rahiim.

Sholat Berjama'ah

Seorang tabi’in Abdullah bin Sakbarah bercerita bahwa ia pernah bertanya kepada Khabab RA, tentang apakah Rasulullah pada shalat Zhuhur dan Ashar? Kabbab menjawab, “Ya”. “Bagaimana kalian mengetahuinya?”, tanyanya. “Dari gerakan janggutnya”, jelasnya. (HR. Al-Bukhari [2:244] Fathul Bari, Al-Baihaqi [2:54] dan lainnya).

Al-Hafizh Al-Baihaqi dalam kitab As-Sunan mengutarakan, “Riwayat ini sebagai dalil atas wajibnya menggerakkan lidah saat qira’ah (membaca)”.

Karena orang yang jenggotnya bergerak berarti mulutnya bergerak dan berarti lidahnya bergerak. Para shahabat RA telah memperhatikan bacaan Nabi Saw pada shalat sirriyah (yang bacaannya pelan) -Zhuhur dan Ashar- bahwa beliau telah menggerakkan lidahnya untuk memperdengarkan bacaannya kepada dirinya. 

Imam yang empat berpendapat bahwa menggerakkan lidah saat membaca bacaan shalat adalah wajib dan tidak cukup hanya dibaca di hati tanpa dilafalkan, berdasarkan sunnah yang shahih sebagaimanayang biasa mereka lakukan dalam istinbath-istinbath (penyimpulan-penyimpulan hukum) oleh mereka.

Dari Abu Qatadah RA, ia berkata: “Pada raka’at pertama dan kedua shalat Zhuhur Nabi Saw membaca Al-Fatihah dan dua surah, pada raka’at pertama surah panjang, dan pada raka’at kedua surah pendek. Terkadang beliau memperdengar­kan ayat dan dalam shalat Ashar beliau membaca Al-Fatihah dan dua buah surah…” (HR. Al-Bukhari [2:243] dalam Fathul Bari, dan Muslim [1:323]

Jika Rasul tidak memperdengarkan bacaannya kepada diri beliau, tentu mereka tidak mengetahui apa yang dibaca oleh beliau pada shalat Ashar. Ini merupakan dalil yang sangat jelas atas hal ini.

Dan ucapan Nabi Saw kepada orang yang buruk shalatnya, “Lalu bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Qur’an…” merupakan dalil yang terang atas wajibnya memperdengarkan bacaan kepada diri sendiri.

Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’-nya [1:2787] berkata, “Qira’ah (bacaan) adalah mengatur suara dengan huruf, maka dia harus bersuara Minimal didengar oleh diri sendiri. Jika tidak didengar oleh diri sendiri maka shalat tidak sah…”.

Ar-Raghib Al-Asbahani bertutur dalam kitab Al-Mufradat [hlm.103] bab Qara’a, “Qira’ah (membaca) ialah menggabungkan huruf-huruf dan merangkaikan kata dengan kata secara runtut…”.

Sehubungan ini Imam Syafi’i berkata dalam kitabnya Al-Umm [1:88], “Memperdengarkan bacaannya kepada diri sendiri dan orang yang di sampingnya”, dengan maknaseperti dalam Al-Majmu’ [3:295].

Dalam Al-Majmu’ [:295], Imam An-Nawawi mengemukakan, “Minimal dari bacaan sirriyah(pelan) ialah didengar oleh diri sendiri jika pendengarannya normal dan suasana tidak bising. Ini meliputi bacaan (Al-Qur’an), takbir, dan tasbih dalam rukuk dan lainnya, juga tahiyyat, salam dan doa. Baik bacaan wajibnya maupun sunnahnya tidak dianggap kecuali jika terdengar oleh diri sendiri melalui pendengaran yang normal dan tidak ada penghalang atau gangguan. Jika ada gangguan, maka suara ditinggikan agar dapat didengar oleh diri sendiri. Jika seperti itu keadaannya, maka tidaklah dianggap cukup jika bacaannya tidak seperti itu. Demikian Syafi’i menegaskan yang disepakati oleh teman-teman kami”.

Disini kita mesti menjaga ketenangan suasana dan terdengarnya bacaan oleh diri sendiri. Kalau keduanya bertentangan, maka yang didahulukan adalah memperdengarkan bacaan kepada diri sendiri. Suatu hal yang perlu diketahui bahwa jika orang yang sedang shalat berkonsentrasi dengan baik terhadap apa yang dibacanya, ia pasti tidak akan terpengaruh oleh suasana sekitarnya. Mengenai apa yang disampaikan oleh sebagian orang dengan menyatakan bahwa apa yang disampaikannya itu adalah hadits Nabi Saw, yaitu:

“Janganlah orang yang membaca (Al-Qur’an) diantara kamu mengganggu yang shalat darimu”, maka hadits ini adalah mawdhu’ (palsu).

Adasatu hadits yang berisi larangan Jahr (keras) dalam membaca, bukan larangan israr (memelankan) yang hanya dapat didengar oleh diri sendiri. Ini merupakan hadits hasan dengan syahid (penguat )-nya, yakni:

“Janganlah sebagian kamu mengeraskan bacaan terhadap sebagian yang lain dalam shalat”. (HR. Ahmad [2:36])

Catatan:

Apa yang dikatakan oleh sementara orang khususnya sebagian pemilik ijazah bahasa Arab (sarjana bahasa Arab) bahwa ada qira’at shamitah (bacaan yang diam/di hati saja) tanpa menggerakkan bibir, merupakan suatu kesalahan dari sisi bahasa Arab. Jika tidak bersuara, itu namanya muthala’ah (bukan qira’ah). Karena yang namanya qira’ah harus bersuara dengan huruf-huruf alfabeta. Maka pahamilah ini baik-baik.

[Tulisan ini saya kutip dari “Shahih Shifat Shalat An-Nabiy Min At-Takbir  ila At-Taslim Ka’annaka Tanzhur Ilaiha” oleh Syaikh Hasan Ali Assaqaf]

* Syaikh Hasan bin Aly Assaqafi, mufti Makkah madzhab Syafi’i .Wafat 1335.

10 thoughts on “Bacaan Sirr (Pelan) Saat Shalat Wajib Terdengar Oleh Diri Sendiri dengan Menggerakkan Bibir dan Lidah

  1. pak ustadz, mau tanya,
    1.sirr nya bacaan sholat selain pada al fatihah dan surat pendek,
    (seperti pada ruku’ dan lainnya) ada dalilnya tidak? soalnya tadi ada yang tanya ga ada yang bisa jawab 🙂
    2. ada buku yang di rekomendasi kan untuk belajar sholat yang benar secara lengkap dan ilmiah?
    3. kalau dalam sholat berjamaah, apa hukum membaca do’a iftitah, fatihah, dan surat pendek?
    terimakasih

    • Bismillah ar-Rahmaan ar-Rahiim

      1. Para fuqaha’ berpendapat bahwa membaca jahr pada tempatnya serta membaca sirr pada tempatnya adalah SUNNAH hukumnya, dalilnya adalah:

      فما اسمعنا رسول الله صلى الله عليه و سلم اسمعناكم وما أخفى علينا اخفينا عليكم. رواه ابو داود و النسائى

      “Apa yang dibaca keras oleh Rasulullaah Shollallaah ‘alaih wa sallam kepada kami, maka kami pun membacanya dengan keras kepada kalian. Dan apa yang dibaca pelan oleh Rasulullaah Shollallaah ‘alaih wa sallam kepada kami, maka kami pun membacanya pelan kepada kalian.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i)

      2. Soal buku tentang cara sholat ada beberapa judul “Shahih Shifat Shalat An-Nabiy Min At-Takbir ila At-Taslim Ka’annaka Tanzhur Ilaiha (versi arab) Karya Syaich Hasan Ali as-Saqafi, versi terjemah Bahasa Indonesia: Sholat seperti Nabi Saw penerbit Pustaka Hidayah”, Fikih Sholat Empat Madzhab karya Abdul Qadir ar-Rahbawi penerbit: Hikam Pustaka.

      3. perihal bacaan di dalam sholat berjama’ah:
      a. Membaca do’a istiftah hukumnya Sunnah.
      b. perihal membaca Surat al-Fatihah:
      1) Madzhab Syafi’iyyah:
      Di dalam madzhab as-Syafi`iyah berpendapat bahwa pada shalat sirriyah, makmum membaca semua bacaan shalatnya, sedangkan pada shalat jahriyah makmum membaca Al-Fatihah saja.

      2) Mazhab Al-Malikiyah dan Al-Hanbaliyyah
      Menurut Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah bahwa makmum harus membaca bacaan shalat di belakang imam pada shalat sirriyah yaitu shalat zhuhur dan Ashar. Sedangkan pada shalat jahriyah , makmum tidak membaca bacaan shalat. Namun bila pada shalat jahriyah itu makmum tidak dapat mendengar suara bacaan imam, maka makmum wajib membaca bacaan shalat.

      3) Mazhab Al-Hanafiyah
      Sedangkan Madzhab al-Hanafiyah menyebutkan bahwa seorang makmum tidak perlu membaca apa-apa bila shalat di belakang imam, baik pada shalat jahriyah maupun shalat sirriyah.

      c. membaca Surah pendek setelah membaca al-Fatihah lihat pendapat 4 imam madzhab seperti pada poin b diatas.

      Wallaahu a’lam.

  2. (Sebelum memulai pembahasan ini, saya tegaskan sekali lagi bahwa Penjelasan ini bukan dikutip dari Buku Sifat Shalat Albani yg marak di emperan dan loakan. Jangan anda tertipu untuk membeli Buku Sifat Shalat Nabi versi Albani itu!)

    Memang isi bukunya ada yang salah.? Sehingga di larang untuk membelinya.? Saya jadi penasaran ingin membeli dan membacanya untuk bahan perbandingan..

    [Tulisan ini saya kutip dari “Shahih Shifat Shalat An-Nabiy Min At-Takbir ila At-Taslim Ka’annaka Tanzhur Ilaiha” oleh Syaikh Hasan Ali Assaqaf]

    mana yang lebih kuat hadits dan riwayatnya..

  3. seringkali umat islam tertarik dengan hal2 baru yang difitnahkan itu berasal dari nabi dengan sangat shahih.. padahal hal semacam ini sangat merusak ritual, tradisi, dan keilmuan islam. bertobatlah wahai pembenci kaum muslimin yang merasa paling salafy. padahal itu semua produk pemikiran orientalis yang hendak memecah belah kekeluargaan kaum muslimin. enyah kau wahai penemu hal-hal baru yang bukunya bersumber dari barat.. dan semangat terus waha para pengikut imam madzhab! ayat: “yauma nad’u kulla unasimbiimamihim”

  4. terdengar oleh sendiri, terdengar pula oleh orang yang paling dekat, dan saya merasa
    terganggu dengan bacaan orang yang terdengar itu. bagaimana bisa khusyu kalau di sebelah kita brisik ?

  5. apabila membaca fatihah tidak kedengaran oleh telinga sendiri tapi kedengaran oleh hati, itu bagaimana hukumnya?sah tidak shalatnya?

  6. saya sependapat dan mengikuti faham bahwa bacaan sirr itu adalah diucapkan dengan lidah dan bibir yang didengar oleh diri sendiri, bukan dalam hati. Kalau dalam hati, masih ada kemungkinan orang tidak membaca bacaan shalatnya karena bercampur dengan ingatan kepada yang lain-lain selain bacaan shalat. Apalagi sebagai imam yang membaca dalam hati, makmum ada yang membaca dengan lisan dan bibirnya secara sirr, maka simakmum akan jauh tertinggal dari imamnya. Wallaahu a’alam.

Tinggalkan komentar